Tradisi Nyepi: Implementasi Nyata Tri Hita Karana untuk Merawat Bumi

oleh: Donia Helena Samosir (@doniahelena) – Content Writer at Youth Team SociopreneurID

Perayaan Nyepi merupakan perayaan rutin yang dilaksanakan oleh Masyarakat Bali – yang didominasi oleh Umat Hindu – setiap pergantian Tahun Saka. Pergantian Tahun Saka atau Tahun Baru Saka jatuh pada Tilem Kesangga, yang berarti hari saat dewa-dewa melakukan penyucian diri di tengah samudra. Karena itu, ini saat yang tepat bagi Umat Hindu untuk turut menjauhi dunia dan mendekatkan diri pada Tuhan. Nyepi yang memiliki makna “menyepi” atau “sepi” dirayakan oleh Umat Hindu sebagai wujud permohonan kepada Tuhan – Ida Sang Hyang Widhi Wasa – untuk melakukan penyucian Buana Alit (manusia) dan Buana Agung (alam dan seluruh isinya).

Tradisi Nyepi dilakukan selama satu hari penuh, dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai pukul 06.00 pagi keesokan harinya. Tradisi Nyepi dilakukan dengan mengutamakan 4 hal, diantaranya; 1) Amati Geni, yakni tidak menyalakan api yang berarti mematikan rasa marah, iri hati, dan pikiran-pikiran jahat, 2) Amati Karya, yang berarti tidak bekerja, memiliki makna memanfaatkan waktu untuk merenung dan introspeksi diri, 3) Amati Lelungan, artinya tidak bepergian keluar rumah, bertujuan untuk melestarikan alam dari ulah manusia, 4) Amati Lelanguan, yang maknanya tidak menikmati hiburan, tidak bersenang-senang karena harus memusatkan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Rangkaian Tradisi Nyepi tersebut bukan tanpa makna, melainkan mengimplementasikan pedoman Masyarakat Bali “Tri Hita Karana”, yang berarti tiga penyebab kesejahteraan ada pada hubungan baik antara Tuhan, alam, dan umat manusia. Pengimplementasian pedoman tersebut ternyata berdampak nyata terhadap kehidupan sosial manusia dan lingkungan. Konsumsi listrik misalnya, pada hari-hari biasanya Masyarakat Bali bisa mencapai 684 MegaWatt (MW) atau setara dengan 2,5 juta liter Bahan Bakar Minyak (BBM) perhari, pada Perayaan Nyepi konsumsi listrik Masyarakat Bali hanya 40 persen, yakni 290 MW atau setara dengan 1,5 juta liter BBM.

Selain itu, Perayaan Nyepi juga menghentikan seluruh aktivitas manusia memaksa seluruh masyarakat untuk tidak menyalakan lampu, tidak menggunakan alat transportasi dan tidak memasak. Bahkan aktivitas besar seperti produksi listrik juga turut dimatikan, hingga berdampak pada 2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Bali yang menghentikan operasionalnya. Akibatnya, polusi udara di Bali menurun drastis di hari yang sama. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa selama Perayaan Nyepi berlangsung, gas polutan, gas karbon monoksida, dan partikel debu yang merupakan penyebab utama efek rumah kaca hampir tidak ada.

Dari fakta-fakta tersebut, membuktikan bagaimana Tradisi Nyepi mampu menghemat energi dan mengurangi polusi udara dengan sangat signifikan. Pembahasan Tradisi Nyepi bahkan dibawa oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Bali pada konferensi global warming UNFCCC tahun 2007 dan menginspirasi dunia hingga membentuk World Silent Day. Hal ini membuktikan bahwa Nyepi bukan sekadar tradisi, melainkan tindakan-tindakan praktikal yang dapat dilakukan oleh setiap orang dan berdampak besar bagi bumi.

Menyontoh Tradisi Nyepi, setiap kita ternyata bisa punya andil besar dalam merawat bumi. Dalam hal menghemat energi, misalnya, bisa dilakukan dengan cara mematikan lampu ruangan yang sedang tidak terpakai, meminimalisir pengisian daya baterai alat-alat elektronik dan mengatur ventilasi udara agar sirkulasi udara menjadi lebih baik. Selain itu, untuk mengurangi polusi udara, bisa dimulai dari membangun kebiasaan berjalan kaki, mengutamakan pola hidup 3R (Reuse, Reduce, Recycle), dan membangun kebiasaan menanam pohon. Mengikuti aksi merawat bumi dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh Masyarakat Bali juga didukung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Siti Nurbaya – yang mengatakan bahwa, “Semua elemen di Bali, telah secara nyata menyuguhkan percontohan tata kelola alam yang harmoni, menjadi percontohan penting di Indonesia”. Dengan begitu, Sociopreneur Indonesia turut berpartisipasi dalam mengimplementasikan Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari melalui Gerakan Earthvenger dan mengajak lebih banyak orang untuk menjadi Earthvenger Heroes, apakah kamu Earthvenger Heroes berikutnya?

Spread the Kindness

No Comments

Post a Comment