International Literacy Day 2021: Literasi dan Resiliensi

Pada hari Rabu, 8 September 2021, dunia merayakan Hari Literasi Internasional dengan fokus untuk mengeksplorasi bagaimana literasi dapat menjadi fondasi untuk pemulihan yang berpusat pada manusia (human-centered). Fokus ini diharapkan dapat mendorong peran sektor pendidikan untuk meningkatkan literasi baik pada anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Dalam memaknai Hari Literasi, kami berkesempatan untuk belajar dari Ibu Siwi Susilaningsih. Lebih akrab disapa dengan Bu Siwi, beliau bergabung sebagai relawan profesional dalam program Expert dan Youth Volunteer di Empathy Project 2021 dengan pengalaman yang sudah cukup lama bekerja di bidang kemasyarakatan. Melalui program Expert dan Youth Volunteering, Bu Siwi berbagi ketertarikannya dalam bidang tulis menulis. Ia dan timnya telah menggarap satu video edukasi yang menjelaskan tentang pentingnya menulis untuk meningkatkan wellness bagi individu.

Menggali tentang literasi dengan berdiskusi bersama Bu Siwi, ada banyak sudut pandang yang dapat digali dari kata literasi, meskipun pada umumnya lebih dikenal dan digambarkan melalui “calistung” (baca, tulis, hitung). “Jadi kalau dilihat dari berbagai info, literasi itu sebenarnya pada intinya adalah kemampuan untuk membaca dan menulis tapi selanjutnya ada perkembangannya tidak hanya membaca dan menulis saja.” Ujar Bu Siwi.

Sementara itu, menurut Kemendikbud, ada 6 hal yang yang harus diperhatikan ketika berbicara tentang literasi, pertama literasi dalam hal membaca dan menulis. Ke-dua adalah literasi numerasi, yang ke-tiga literasi dalam sains, yang ke-empat literasi finansial, ke-lima adalah literasi digital, dan yang ke-enam adalah literasi budaya.

Pada umumnya, anak-anak sudah diajarkan literasi membaca dan menulis sejak dini. Dimulai dengan merangkai huruf menjadi kata, kemudian merangkai kata menjadi kalimat, menuliskan, dan menelaahnya. Sama halnya dengan literasi numerasi. Bagi peserta didik di sekolah formal, literasi numerasi diajarkan sejalan dengan literasi baca dan tulis. Mengenal angka, cara membacanya, berikut mengenalkan operasi matematika melalui “KaBaTaKu” (Kali, Bagi, Tambah, Kurang). Sedangkan hal-hal spesifik terdapat dalam literasi sains, digital, finansial, dan budaya yang umumnya diemban ketika seseorang menaiki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ketika akses internet dan media sosial mengalami peningkatan untuk diakses oleh masyarakat, ada banyak kemudahan yang kita rasakan. Dalam proses belajar mengajar, ada banyak materi yang dapat diakses. Variasinya pun jadi lebih menarik. Anak-anak yang baru belajar membaca dan menghitung saja bisa belajar menggunakan YouTube. Selain itu, akses internet dan sosial media memudahkan lalu lintas informasi dan komunikasi. Jarak yang jauh, terasa lebih dekat karena orang lain hanya berjarak satu chat saja dengan kita. Kita dapat dengan mudahnya mengetahui kabar kerabat, teman lama, bahkan kenalan kita melalui unggahan status dan foto-foto di akun pribadi mereka. Namun, tentunya kemudahan akses informasi ini memiliki sisi lain. Ada kalanya, misinformasi atau informasi yang overload membuat kita bingung akan kebenaran informasi tersebut.

Terlebih lagi, semenjak pandemi COVID-19 terjadi di tahun lalu. Seolah menjadi tempat aduan dan layanan masyarakat, seluruh info berseliweran di media sosial, tanpa diketahui kebenarannya. Sejumlah aplikasi menjadi wadah pertukaran informasi yang belum tentu benar. Oleh karena itu, literasi digital mulai digalakkan. Hari Literasi Internasional 2021 secara spesifik menyatakan kebutuhan akan peningkatan literasi digital. Melalui fokus mendorong inklusivitas akses bagi remaja dan orang dewasa untuk mengembangkan potensinya di era digital agar mampu bersaing dan bertahan dengan kondisi yang terus berubah (dinamis). Pertanyaannya adalah: bagaimana cara mendorong pertumbuhan tersebut di tengah simpang siurnya informasi yang beredar?

Menanggapi hal tersebut, Bu Siwi kemudian menceritakan pentingnya literasi membaca dan menulis, sebagai sebuah kompetensi dasar yang menurutnya akan berdampak besar jika didorong pertumbuhannya. Bu Siwi sudah tertarik dengan dunia tulis menulis sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Awalnya ia hanya menuliskan kembali apa yang ia dengar, baca, simak dari sumber-sumber dan referensi yang berbeda-beda. Lama kelamaan ia mulai terbiasa menuliskan opini dan hasil refleksinya. Proses ini berlangsung terus menerus hingga ia menemukan kedalaman dari pemahamannya.

“Kalau saya pribadi, ketika saya menulis, saya menemukan dunia yang baru. Apa yang ada di dalam pikiran saya bisa saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Kemudian, saya rapikan lagi, saya renungkan, saya refleksikan lagi.”

Hal inilah yang menurutnya bisa diterapkan dan dikembangkan lebih pesat lagi oleh orang-orang saat ini. Menulis adalah cara Bu Siwi memaknai keadaan yang dilaluinya dan menjadi mekanisme tersendiri baginya untuk bertahan. Baginya, tulisan-tulisan yang sudah dibuat akan menjadi jejak abadi, bak sebuah prasasti yang menjelaskan kondisi kehidupan beribu-ribu tahun sebelumnya. Kita bisa memahami kondisi lampau berkat peninggalan yang ada. Membaca, menganalisis, dan menuliskannya kembali agar lebih banyak lagi orang yang mengetahuinya.

Di Indonesia yang masih menjadi kendala pada literasi digital bukan hanya pada bagaimana seseorang bisa menggunakan atau mengoperasikan teknologi yang ada, tapi juga bagaimana pemanfaatan dan pemahamannya terhadap informasi yang beredar di masing-masing platform.

“Saat ini hoax beredar dengan sangat cepat di media sosial, sehingga, pembaca butuh lebih cerdas untuk menyikapi informasi-informasi tersebut. Kita bisa mulai dengan menelaah apa yang terjadi, mencari tahu kebenarannya, dan berkontribusi menangkal hoax tersebut dengan menuliskan atau memberikan pengertian atas keadaan yang sesungguhnya terjadi.”

Hal ini memang tidak dapat didorong secara instan, namun, menurut Bu Siwi, anak muda memiliki peran yang sangat besar di sini. Berbekal keenam kompetensi literasi yang disusun oleh Kemendikbud, anak muda diharapkan mampu membaca kondisi yang ada saat ini dan membuat perencanaan strategisnya.

“Anak-anak muda saat ini seharusnya sudah bisa membuat perencanaan berdasarkan proyeksinya di masa depan. Jadi, mereka sudah memahami literasi itu secara mendalam dan kuat, maka dapat dipastikan mereka mempunyai resiliensi yang Tangguh, memiliki strategi yang efisien, dan dampak yang berkesinambungan untuk masa depan.” Tutup Bu Siwi.

Spread the Kindness