Angin pantai bertiup sepoi-sepoi. Gemuruh ombak terdengar seolah sahut menyahut. Sekelompok anak berbaju pramuka baru pulang dari sekolahnya, bermain dan meniti tepian pantai dekat nelayan mengistirahatkan perahu-perahunya. Di sana warga tinggal berdekatan. Seperti suasana kampung pada umumnya, warga senang berkumpul. Sekadar duduk-duduk di depan rumah, atau ke balai desa untuk berbincang-bincang. Ketika senja tiba, para ibu rumah tangga sudah berada di dapur, menyuguhkan makan malam lezat untuk keluarga masing-masing.
Sedapnya bau ikan yang digoreng, aroma gulai sotong yang dimasak, dan segarnya sambal khas rumahan secara bergantian akan memenuhi ruang bernafas Anda. Perut pun tak mampu menahan godaan untuk makan. Anak-anak yang bermain voli di sore hari pun pulang, warga saling berpamitan pulang, membersihkan pekarangan rumah, dan menyantap hidangan laut buatan Ibu bersama keluarga.
Alam Sembulang memang hangat, baik secara literal maupun secara emosional. Pada tahun 2018, SociopreneurID merasakan kehangatannya. Desa Sembulang terletak di Batam, Kepulauan Riau. Jika Anda pergi ke Batam menggunakan pesawat, Anda butuh menempuh sekitar 60 km atau sepadan dengan satu jam lima belas menit perjalanan dengan menggunakan bus atau kendaraan pribadi.
Sesampainya di Sembulang, Anda akan disambut sejumlah spot berfoto yang memang ditujukan untuk pariwisata, dan tong sampah 3R yang sudah disediadakan di sepanjang jalan. Jalanan di Desa Sembulang memang bersih dan bebas sampah. Entah karena ada semboyan yang dikenal warga di sana berbunyi kira-kira seperti ini: “Yang buang sampah sembarangan, pendek umurnya.” atau memang warga sudah sadar dan memahami manfaat kebersihan baik untuk dirinya dan untuk Desa Sembulang.
Desa Sembulang saat itu masih belum menjadi destinasi populer bagi wisatawan, namun untuk tahapan awal, Desa Sembulang sebenarnya sudah siap. Ketika kami ke sana, kami membantu Desa Sembulang mengidentifikasi lebih lanjut aspek yang dapat dilakukan agar nantinya bisa menjadi salah satu destinasi bagi wisatawan yang berkunjung ke Batam. Maka, kami gelar Empathy Project selama kurang lebih satu minggu dengan menggandeng keterlibatan dari Universitas Internasional Batam (Akademisi), Elex Media Komputindo (Bisnis), Pemerintah lokal Desa Sembulang (Pemerintahan), UMKM lokal, komunitas pemuda dan Ibu-ibu PKK setempat, dan mahasiswa dari seluruh Indonesia (Masyarakat Umum).
Bersama para mitra, kami menggali potensi yang dapat dikembangkan melalui program edukasi untuk anak-anak sekolah dasar dan menengah pertama (SD dan SMP), mengajak mereka untuk mengenali diri mereka sendiri, berani bermimpi dan mulai membangun kepekaaan atas hal-hal yang ada di sekitar mereka. Kami undang mahasiswa terpilih dari seluruh Indonesia untuk mengidentifikasi kebutuhan UMKM setempat dan memberikan solusi sesuai hasil pengamatan mereka selama berada di sana. Solusi mereka dapatkan juga dari kesempatan untuk berinteraksi secara intens dengan warga di Sembulang. Mendirikan titik-titik taman baca agar warga mendapatkan akses untuk membaca buku melalui bantuan Elex Media Komputindo dan pemerintah lokal untuk mendistribusikannya. Terakhir, membangun awareness baik kepada masyarakat lokal maupun pihak yang terlibat sepanjang kegiatan, bahwa ada banyak sekali potensi lokal yang dapat digali dan disebar luaskan kepada publik.
Merayakan World Tourism Day pada tanggal 27 September lalu, PBB mengangkat tema “Tourism for Inclusive Growth.” Bahwa pandemi Covid-19 membawa dampak yang besar bagi sektor pariwisata dan merupakan tugas setiap orang untuk tetap mempromosikan pariwisata daerah masing-masing agar keseimbangan ekonomi tercapai. Seperti yang kita ketahui, tentu saja kebijakan untuk menutup lokasi pariwisata merupakan langkah yang tepat untuk dilakukan saat angka paparan Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Namun, semester dua tahun ini, kondisi sudah kembali berangsur normal, sehingga, butuh langkah konkrit untuk tetap menjalankan aktivitas pariwisata secara inklusif dan memajukan unsur-unsur potensial dari daerah setempat sesuai dengan protocol kesehatan yang berlaku.
SociopreneurID kembali berbenah dan meletakkan salah satu fokus kami ke arah sana. Walaupun tidak spesifik pada sektor pariwisatanya, SociopreneurID saat ini sedang menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kota Solok untuk pelaksanaan Empathy Project di Solok pada tahun 2022. Fokus dari Empathy Project adalah sebagai pemetaan potensi lokal sembari memberikan program edukasi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya lokal.
Setiap daerah di Indonesia sudah memiliki kekayaan, nilai-nilai lokal, dan potensi yang otentik dan berbeda-beda. Menyadari hal ini merupakan langkah awal untuk membangun ekosistem pariwisata yang inklusif: dengan menonjolkan unsur-unsur kekhasan daerah setempat. Menonjolkan nilai-nilai yang dianut warga sekitar juga akan memperkuat rasa kebangsaan dan identitas dari masing-masing daerah. Bayangkan jika ke-34 provinsi di Indonesia dapat bergerak memaksimalkan potensi daerahnya masing-masing!